Cari

Kamis, 09 Februari 2017

PROSES PENGUNDUHAN SARANG BURUNG WALET 
Oleh: Danang Imron Safingi 

Kebumen - Usai ombak Laut Selatan bergulung menghempas karang, seorang sikep atau pembuka jalan berlari menuruni tebing terjal. Dia menaiki batu karang di seberangnya dengan membawa seutas tali tambang sebesar kepalan tangan pria dewasa untuk diikatkan di tepi karang untuk membuat jalan bagi para pengunduh atau pemetik sarang burung walet di Desa Karang Duwur, Kecamatan Ayah, Kebumen, Jawa Tengah.
Image result for proses pengambilan sarang burung walet di karangbolong
Di tengah bebatuan karang terdapat sebuah goa Naga Sari atau yang lebih dikenal dengan Goa Karang Duwur tempat bersarangnya ratusan burung walet. Sarang-sarang tersebut memiliki nilai ekonomis tinggi. Harganya cukup mahal dan dikonsumsi untuk kesehatan.

Goa Karang Duwur cukup sulit dijangkau. Mulut goa berada di tebing terjal berbatasan dengan laut lepas. Jika cuaca lagi tak bersahabat, ombak besar dan air pasang akan menghempas ke sekitar karang dan menutup mulut goa dengan air laut.

Sebelum memanen, pengunduh sarang walet membuat tangga bambu agar dapat naik dan mengambil sarang walet yang berada di dinding goa serta tali untuk membuat jalan menuju mulut goa. Waktu panen dilakukan saat siang hingga sore ketika air laut surut.
Dengan menggunakan tali tambang yang diikatkan dengan irisan kulit bambu yang diikatkan ke dinding-dinding karang digunakan sebagai alat berpijak dan berpegangan ketika menyeberang menuju lokasi goa. Kegiatan memasang tali di dinding tebing tersebut tanpa bantuan keselamatan dengan tingkat kemiringan tebing yang mencapai 180 derajat dan risiko jatuh ke laut serta terbentur batu karang atau hilang terseret ombak.

Untuk dapat memasang semua tali-tali dan memasukkan semua bambu ke dalam gua, mereka harus memperhitungkan hempasan air laut yang akan datang. Karena ketika air laut menghempas karang, itu akan sangat menyulitkan mereka. Apalagi tanpa peralatan keselamatan. Ini cukup menyulitkan mereka, terkadang harus berpegangan kuat-kuat agar tak jatuh saat ombak menghempas. Dibutuhkan ketelitian yang tinggi, memeriksa satu persatu tali-tali yang terikat pada dinding tebing serta mengukur kekuatannya.
Setelah seluruh jalur yang menghubungkan mulut goa selesai, kegiatan selanjutnya yakni memasang tangga setinggi lebih dari 20 meter didalam goa untuk mengambil sarang walet yang berada di dinding-dinding goa. Mulut goa yang hanya mempunyai lebar sekitar 5 meter dengan tinggi sekitar 9 meter ini ternyata berbeda jauh dengan apa yang ditemukan di dalam goa Karang Duwur.

Ruangan yang sangat luas terlihat ketika cahaya matahari memantul masuk ke dalam goa. Di dalam terlihat tangga yang menjulur ke atas sekitar 20 meter lebih dengan diberi pengaman bambu di kanan kirinya agar tangga tersebut tetap bisa berdiri kokoh.

Dibantu lampu senter dan sebilah bambu, seorang pengunduh mulai mengambil sarang-sarang walet yang sudah tidak dihuni oleh burung-burung tersebut. Kegiatan ini biasanya paling lama dilakukan sekitar empat hari mulai dari persiapan membuat jalan hingga memanen. Nantinya ketika selesai memanen, jalan menuju mulut goa tersebut akan kembali dibongkar untuk menghindari aksi pencurian, meskipun di sekitar lokasi warga membangun pos untuk menjaga goa Karang Duwur.

Di sepanjang tepi pantai laut selatan terdapat tiga goa tempat bersarang burung-burung walet diantaranya goa Karang Bolong, goa Pasir dan goa Karang Duwur. Keberadaan walet di goa-goa tersebut sudah ada sejak awal abad ke-17. Rata-rata sarang burung walet dikelola masyarakat setempat secara turun temurun dengan mengedepankan kearifan lokal. Pemanenan dilakukan secara periodik dan sebelum dilakukan pemanenan diadakan ritual meminta keselamatan dengan memotong kerbau atau kambing.

Sebelum dikelola oleh masyarakat setempat, pengelolaan sarang walet dipegang oleh Pemerintah Daerah setempat, namun setiap tahun hasilnya terus menurun, faktor penyebabnya beragam. Mulai dari faktor alam disekitar goa yang mengakibatkan terganggunya ekosistem dan menurunnya populasi burung akibat ekploitasi sarang secara besar-besaran.

"Dulu dikelola Pemda burungnya bertelur, menetas jadi burung kecil-kecil, tapi belum sampai burung-burung itu bisa terbang sarangnya sudah diambilin, akhirnya burung yang muda pada mati, sedangkan burung-burung yang sudah tua mati, ada yang mati nambrak tebing ada yang mati dimakan burung-burung buas yang lain. Makanya sarang walet yang dihasilkan makin lama makin menurun," kata Sapon, salah satu pengunduh atau pemetik sarang walet di Desa Karang Duwur, Senin (3/8).

Karena sarang walet yang dihasilkan terus menurun, saat ini pengelolaan sarang walet diserahkan ke pihak desa. Setelah dikelola desa dengan tetap mempertahankan kearifan lokal dan berusaha menanami tanaman disekitar sarang walet sebagai sumber makanan, saat ini jumlah sarang meningkat.
Panen biasanya dilakukan 4 kali dalam setahun. Sebelum memanen, warga desa akan menunggu burung bertelur hingga menetas dan burung tersebut bisa terbang. Kemudian dengan banyaknya pohon yang menjadi sumber makanan burung diyakini sebagai salah satu faktor meningkatnya sarang yang dihasilkan.

"Karena burung ini makannya itu tidak akan turun ke tanah untuk cari makan, burung itu pergi dari gua dan akan kembali lagi ke goa, jadi mereka cari makan sambil terbang setelah kenyang kembali ke sini (goa) lagi," ujarnya.

Sapon menjelaskan, peningkatan sarang walet dari goa Karang Duwur belum seberapa setelah dilakukan penanaman pohon di sekitar habitat burung walet. Setidaknya dia dapat sedikit bangga karena dari cerita masyarakat sekitar dulu hanya bisa menghasilkan sebanyak 3 kilogram sarang walet saja, tapi saat ini setelah dikelola Desa dan menjaga konservasi lingkungan, sarang walet yang dihasilkan bisa meningkat lebih dari 10 kilogram.

"Setelah dikelola oleh desa paling banyak saat musim ketujuh atau kesembilan itu bisa 10 kilogram lebih. Kalau sekarang namanya musim kedua, itu diantara 4 musim yang paling sedikit hasilnya ya sekarang ini," ungkapnya.

Dari ketiga goa yang menjadi tempat burung walet membuat sarang, hanya goa Karang Duwur yang dianggap mampu menghasilkan sarang walet yang terus meningkat. Jika dibandingkan dua goa lainnya seperti Goa Karang Bolong dan goa Pasir, sarang walet yang dihasilkan cenderung terus mengalami penurunan dan hanya dikonsumsi masyarakat sekitar. Karena dianggap sebagai salah satu goa yang menghasilkan sarang walet, pemda mengharuskan desa untuk menyetor hasil panen walet sebesar 10 juta setiap tahunnya.

"Kalau di sini masih diwajibkan setor setiap musim itu Rp 2,5 juta. Dalam 1 tahun ada 4 musim jadi di Desa Karang Duwur wajib setor ke Pemda selama setahun itu Rp 10 juta," tutup Sapon.

sumber:https://www.google.com/search?q=proses+pengambilan+sarang+burung+walet+di+karangbolong&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwieiamxn4LSAhXDrI8KHY1gC4YQ_AUICSgC&biw=1366&bih=667#imgrc=PF8HpD604wbnSM:

Related Posts:

0 komentar:

Posting Komentar

 
g
o
l
B
s
'
r
e
f
y
c
u
L
o
T
e
m
o
c
l
l
e
W